. 1. Masyarakat Arab Jahiliah Periode Mekah
Objek dakwah Rasulullah SAW pada awal kenabian adalah masyarakat Arab jahiliah, atau masyarakat yang masih berada dalam kebodohan. Kebodohan masyarakat Arab waktu itu, terdapat dalam bidang agama, moral, dan hukum,
Dalam bidang agama, umumnya masyarakat Arab waktu itu sudah menyimpang jauh dan ajaran agama Tauhid, yang telah diajarkan oleh para rasul terdahulu, seperti Nabi Ibrahim A.S. Mereka umumnya beragamawatsani atau agama penyembah berhala. Berhala-berhala yang mereka puja itu mereka letakkan di Ka’bah (Baitullah = rumah Allah SWT) yang jumlahnya mencapai 300 lebih. Di antara berhala-berhala yang termashyur bernama: Ma’abi, Hubal, Khuza’ah, Lata, Uzza, dan Manat.
Selain itu ada pula sebagian masyarakat Arab jahiliah yang menyembah malaikat dan bintang yang dilakukan kaum Sabi’in serta menyembah matahari, bulan, dan jin yang diperbuat oleh sebagian masyarakat di luar kota Mekah. Dalam bidang moral, masyarakat Arab jahiliah telah menempuh cara-cara yang sesat, seperti:
a. Bila terjadi peperangan antarkabilah, maka kabilah yang kalah perang akan dijadikan budak oleh kabilah yang menang perang.
b. Menempatkan perempuan pada kedudukan rendah. Dalam masyarakat Arab jahiliah perempuan tidak berhak mewarisi harta peninggalan suaminya, ayahnya, atau anggota keluarga yang lain. Bahkan seorang wanita (istri) boleh diwarisi oleh anak tirinya atau anggota keluarga lain dan suaminya yang telah mati.
c. Memiliki kebiasaan buruk, yakni berjudi dan meminum minuman keras. Kejahiliahan mereka dalam bidang hukum antara lain anggapan mereka bahwa judi, bermabuk-mabukan, berzina, mencuri, merampok, dan membunuh, bukan merupakan perbuatan yang salah.
Namun perlu diketahui bahwa tidak semua perilaku masyarakat Arab jahiliah itu buruk, tetapi ada pula yang baiknya. Seperti: memiliki keberanian dan kepahlawanan, suka menghormati tamu, murah hati, dan mempunyai harga diri. Juga dalam bidang perdagangan, ada sebagian masyarakat Arab jahiliah yang sudah memiliki kemajuan. Misalnya, para pedagang dari kabilah Quraisy, berdagang pada musim panas ke negeri Syam (sekarang Suriah, Libanon, Palestina, dan Yordania) dan pada musim dingin ke Yaman (lihat Q.S. Quraisy, 106: 1—4). Mereka memperdagangkan bulu domba, unta, kulit binatang, dan tali.
B. Pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul
Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Pengasih lagi Maha Penyayang tidak membiarkan umat manusia, khususnya masyarakat Arab berada dalam kebodohan sepanjang zaman. Lalu Dia mengutus seorang nabi dan rasul yang terakhir yakni Nabi Muhammad SAW. Pengangkatan Muhammad sebagai nabi atau rasul Allah SWT, terjadi pada tanggal 17 Ramadan, 13 tahun sebelum hijrah (610 M) tatkala beliau sedang bertahannus di Gua Hira, waktu itu beliau genap berusia 40 tahun. Gua Hira terletak di Jabal Nur, beberapa kilo meter sebelah utara kota Mekah dan berada di lerengnya (kira-kira berjarak 20 m dari puncaknya).
Muhammad diangkat Allah SWT, sebagai nabi atau rasul-Nya ditandai dengan turunnya Malaikat Jibril pada tanggal 17 Ramadan 610 M, untuk menyampaikan wahyu yang pertama yakni Al-Qur’an Surah Al-‘Alaq, 96: 1-5 (coba kamu cari dan pelajari). Turunnya ayat Al-Qur’an pertama tersebut, dalam sejarah Islam dinamakan Nuzul A1-Qur’an.
Setibanya di rumah, Nabi Muhammad SAW menceritakan kepada istrinya, Khadijah, peristiwa yang dialaminya. Sebenarnya Khadijah mempercayai segala apa yang diceritakan suaminya, tetapi ia ingin mengetahui bagaimana pendapat Waraqah bin Naufal, saudara. Sepupunya terhadap peristiwa yang dialami suaminya. Waraqah adalah seorang pemikir yang telah berusia lanjut, beragama Nasrani, yang telah menyalin kitab Injil dari bahasa Ibrani ke dalam bahasa Arab.
Setelah Waraqah bin Naufal mengetahui semua peristiwa yang dialami oleh Nabi Muhammad SAW, ia berkata, “Itu adalah Namus (Jibril) yang pernah datang kepada Nabi Isa. Alangkah baiknya kalau aku masih muda dan masih hidup sewaktu kamu diusir oleh kaummu.” Nabi Muhammad SAW berkata, “Apakah kaumku akan mengusirku?” Jawab Waraqah, “Ya, tidak seorangpun datang dengan membawa seperti apa yang kamu bawa (ajaran Islam), yang tidak dimusuhi. Jika sekiranya aku masih hidup pada masa itu, tentu aku akan menolongmu dengan sekuat tenagaku.” (H.R. Ahmad, Al-Bukhari dan Muslim).
Menurut sebagian ulama, setelah turun wahyu pertama (Q.S. Al-‘Alaq: 1-5) turun pula Surah Al-Muddassir: 1—7, yang berisi perintah Allah SWT agar Nabi Muhammad berdakwah menyiarkan ajaran Islam kepada umat manusia.
Setelah itu, tatkala Nabi Muhammad SAW berada di Mekah (periode Mekah) selama 13 tahun (610—622 M), secara berangsur-angsur telah diturunkan kepada beliau, wahyu berupa A1-Qur’an sebanyak 4726 ayat, yang meliputi 89 surah. Surah-surah yang diturunkan pada periode Mekah dinamakan Surah Makkiyyah.
Materi dakwah Rasulullah SAW di awal kenabiannya berupa ajaran Islam, yang terkandung dalam 89 Surah Makkiyyah dan hadis yakni wahyu Allah SAW yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, tetapi tidak tertulis dalam lembaran Al-Qur’an.
c. Ajaran Islam Periode Mekah
Ajaran Islam periode Mekah, yang harus didakwahkan Rasulullah SAW di awal kenabiannya adalah sebagai berikut :
1. Keesaan Allah SWT
Islam mengajarkan bahwa pencipta dan pemelihara alam semesta adalah Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Allah SWT tempat bergantung segala apa saja dan makhluk-Nya, tidak beranak dan tidak diperanakkan, serta tidak ada selain Allah SWT, yang menyamai-Nya (baca dan pelajari QS. A1-Ikhlãs, 112: 1-4).
Umat manusia harus beribadah atau menghambakan diri hanya kepada Allah SWT. Beribadah atau menyembah kepada selain Allah SWT, termasuk ke dalam perilaku syirik, yang hukumnya haram, dan merupakan dosa yang paling besar (lihat Q.S An-Nisã’, 4: 48).
2. Hari Kiamat sebagai hari pembalasan
Islam mengajarkan bahwa mati yang dialami oleh setiap manusia, bukanlah akhir kehidupan, tetapi merupakan awal dan kehidupan yang panjang, yakni kehidupan di alam kuhur dan di alam akhirat.
Manusia yang ketika di dunianya taat beribadah, giat beramal saleh, dan senantiasa berbudi pekerti yang terpuji, tentu akan memperoleh balasan yang menyenangkan. Di alam kubur akan memperoleh berbagai kenikmatan dan di alam akhirat akan ditempatkan di surga yang penuh dengan hal-hal yang memuaskan. Tetapi manusia yang ketika di dunianya durhaka kepada Allah SWT dan banyak berbuat jahat, tentu setelah matinya akan mendapat siksa kubur dan dicampakkan ke dalam neraka yang penuh dengan berbagai macam siksaan. (Baca dan pelajari Q.S. Al-Qari’ah, 101: 1-11!)
3. Kesucian jiwa
Islam menyerukan umat manusia agar senantiasa berusaha menyucikan jiwanya dan melarang keras mengotorinya. Seseorang dianggap suci jiwanya apabila selama hayat di kandung badan senantiasa beriman dan bertakwa atau meninggalkan segala perbuatan dosa, dan dianggap mengotori jiwanya apabila durhaka pada Allah SWT dan banyak berbuat dosa.
Sungguh beruntung orang yang senantiasa memelihara kesucian jiwanya, dan alangkah ruginva orang yang mengotori jiwanya (baca Q.S. Asy-Syams, 91: 9-10).
4. Persaudaraan dan Persatuan
Persaudaraan mempunyai hubungan yang erat dengan persatuan, bahkan persaudaraan landasan bagi terwujudnya persatuan.
Islam mengajarkan bahwa sesama orang beriman adalah bersaudara. Mereka dituntut untuk saling mencintai dan sayang-menyayangi, di bawah naungan rida Ilahi. Rasulullah SAW bersabda: “Tidak dianggap beriman seorang Muslim di antara kamu, sehingga ia mencintai saudaranya, seperti rnencintai dirinya.” (H.R. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Nasa’i).
Selain itu sesama umat Islam, hendaknya saling menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, jangan sekali-kali tolong-menolong dalam dosa serta permusuhan. Jangan saling menganiaya dan jangan pula membiarkan saudaranya yang teraniaya tanpa diberikan pertolongan. Sedangkan umat Islam yang mampu disuruh untuk memberikan pertolongan kepada saudaranya yang du’afa, yakni para fakir miskin dan anak-anak yatim telantar (baca dan pelajari Q.S. Al-Mã’un, 107: 1-7).
D. STRATEGI DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MEKAH
Tujuan dakwah Rasulullah SAW pada periode Mekah adalah agar masyarakat Arab meninggalkan kejahiliahannya di bidang agama, moral, dan hukum. Sehingga menjadi umat yang meyakini kebenaran kerasulan Nabi Muhammad SAW dan ajaran Islam yang disampaikannya, kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika masyarakat Arab telah mengamalkan seluruh ajaran Islam dengan niat ikhlas karena Allah SWT dan sesuai dengan petunjuk-petunjuk Rasulullah SAW, tentu mereka akan memperoleh keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat.
Strategi dakwah Rasulullah SAW dalam berusaha mencapai tujuan yang
luhur tersebut sebagai berikut:
1. Dakwah secara Sembunyi-sembunyi Selama 3-4 Tahun
Cara ini ditempuh oleh Rasulullah SAW karena beliau begitu yakin, bahwa masyarakat Arab jahiliah, masih sangat kuat mempertahankan kepercayaan dan tradisi warisan leluhur mereka. Sehingga mereka bersedia berperang dan rela mati dalam mempertahankannya. Pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi ini, Rasulullah SAW menyeru untuk masuk Islam, orang-orang yang berada di lingkungan rumah tangganya sendiri dan kerabat serta sahabat dekatnya. Mengenai orang-orang yang telah memenuhi seruan dakwah Rasulullah SAW tersebut adalah : Khadijah binti Khuwailid (istri Rasulullah SAW, wafat tahun ke-10 dari kenabian), Ali bin Abu Thalib (saudara sepupu Rasulullah SAW yang tinggal serumah dengannya, waktu masuk Islam ia baru berusia 10 tahun), Zaid bin Haritsah (anak angkat Rasulullah SAW, wafat tahun 8 H = 625 M), Abu Bakar Ash-Shiddiq (sahabat dekat Rasulullah SAW, yang hidup dan tahun 573- 634 M), dan Ummu Aiman (pengasuh Rasulullah SAW pada waktu kecil).
Sesuai dengan ajaran Islam, bahwa berdakwah bukan hanya kewajiban Rasulullah SAW, tetapi juga kewajiban para pengikutnya (umat Islam), maka Abu Bakar Ash-Shiddiq, seorang saudagar kaya, yang dihormati dan disegani banyak orang. Karena budi bahasanya yang halus, ilmu pengetahuannya yang luas, dan pandai bergaul telah meneladani Rasuliillah SAW, yakni berdakwah secara sembunyi-sembunyi.
Usaha dak’wah Abu Bakar Ash-Shiddiq berhasil karena ternyata beberapa orang kawan dekatnya menyatakan diri masuk Islam, mereka adalah :
- Abdul Amar dan Bani Zuhrah, Abdul Amar berarti hamba milik si Amar. Karena Islam melarang perbudakan, kemudian nama itu diganti oleh Rasulullah SAW menjadi Abdurrahman bin Auf, yang artinya hamba Allah SWT, Yang Maha Pengasih.
- Abu Ubaidah bin Jarrah dan Bani Hari.
- Utsman bin Affan.
- Zubair bin Awam.
- Sa’ad bin Ahu Waqqas.
- Thalhah bin Ubaidillah.
Orang-orang yang masuk Islam, pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi, yang namanya sudah disebutkan di atas disebut Assabiqunal Awwalun (pemeluk Islam generasi awal).
2. Dakwah Secara terang-terangan
Dakwah secara terang-terangan ini dimulai sejak tahun ke-4 dari kenabian, yakni setelah turunnya wahyu yang berisi perintah Allah SWT agar dakwah itu dilaksanakan secara terang-terangan. Wahyu tersebut berupa ayat Al-Qur’an Surah 26: 214-216 (coba kamu cari dan pelajari).
Tahap-tahap dakwah Rasulullah SAW secara terang-terangan ini antara lain sebagai berikut :
a. Mengundang kaum kerabat keturunan dari Bani Hasyim, untuk menghadiri jamuan makan dan mengajak mereka agar masuk Islam. Tetapi karena cahaya hidayah Allah SWT waktu itu belum menyinari hati mereka, mereka belum menerima Islam sebagai agama mereka. Namun ada 3 orang kerabat dari kalangan Bani Hasyim yang sebenarnya sudah masuk Islam, tetapi merahasiakan keislamannya, pada waktu itu dengan tegas menyatakan keislamannya. Mereka adalah Ali bin Abu Thalib, Ja’far bin Abu Thalib, dan Zaid bin Haritsah.
b. Rasulullah SAW mengumpulkan para penduduk kota Mekah, terutama yang berada dan bertempat tinggal di sekitar Ka’bah untuk berkumpul Bukit Shafa, yang letaknya tidak jauh dan Ka’bah.
Rasulullah SAW memberi peringatan kepada semua yang hadir agar segera meninggalkan penyembahan terhadap berhala-berhala dan hanya menyembah atau menghambakan diri kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta dan Pemelihara alam semesta. Rasulullah SAW juga menegaskan, jika peringatan yang disampaikannya itu dilaksanakan tentu akan meraih rida Ilahi bahagia di dunia dan di akhirat. Tetapi apabila peringatan itu diabaikan tentu akan mendapat murka Allah SWT, sengsara di dunia dan di akhirat.
Menanggapi dakwah Rasulullah SAW tersebut di antara yang hadir ada kelompok yang menolak disertai teriakan dan ejekan, ada kelompok yang diam saja lalu pulang. Bahkan Abu Lahab, bukan hanya mengejek tetapi berteriak-teriak bahwa Muhammad orang gila, seraya ia berkata “Celakalah engkau Muhammad, untuk inikah engkau mengumpulkan kami?” Sebagai balasan terhadap kutukan Abu Lahab itu turunlah ayat Al- Qur’an yang berisi kutukan Allah SWT terhadap Abu Lahab, yakni Surat Al-Lahab, 111: 1-5 (coba kamu cari dan pelajari ayat Al-Qur’an tersebut).
Pada periode dakwah secara terang-terangan ini juga telah menyatakan diri masuk Islam dua orang kuat dari kalangan kaum kafir Quraisy, yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Nabi SAW) dan Umar bin Khattab. Hamzah bin Abdul Muthalib masuk Islam pada tahun ke-6 dari kenabian sedangkan Umar bin Khattab (581-644 M), tidak lama setelah sebagian kaum Muslimin berhijrah ke Habasyah atau Ethiopia pada tahun 615 M.
c. Rasulullah SAW menyampaikan seruan dakwahnya kepada para penduduk di luar kota Mekah. Sejarah mencatat bahwa penduduk di luar kota Mekah yang masuk Islam antara lain :
- Abu Zar Al-Giffari, seorang tokoh dan kaum Giffar, yang bertempat tinggal di sebelah barat laut Mekah atau tidak jauh dari laut Merah, menyatakan diri di hadapan Rasulullah SAW masuk Islam. Keislamannya itu kemudian diikuti oleh kaumnya.
- Tufail bin Amr Ad-Dausi, seorang penyair terpandang dari kaum Daus yang bertempat tinggal di wilayah barat kota Mekah, menyatakan diri masuk Islam di hadapan Rasulullah SAW. Keislamannya itu diikuti oleh bapak, istri, keluarganya, serta kaumnya.
- Dakwah Rasulullah SAW terhadap penduduk Yatsrib (Madinah), yang datang ke Mekah untuk berziarah nampak berhasil. Berkat cahaya hidayah Allah SWT, para penduduk Yatsrib, secara bergelombang telah masuk Islam di hadapan Rasulullah SAW. Gelombang pertama tahun 620 M, telah masuk Islam dari suku Aus dan Khazraj sebanyak 6 orang. Gelombang kedua tahun 621 M, sebanyak 13 orang dan pada gelombang ketiga tahun berikutnya lebih banyak lagi.
Pada gelombang ketiga ini telah datang ke Mekah untuk berziarah dan menemui Rasulullah SAW, umat Islam penduduk Yatsrib yang jumlahnya mencapai 73 orang di antaranya 2 orang wanita. Waktu itu ikut pula berziarah ke Mekah, orang-orang Yatsrib yang belum masuk Islam. Di antaranya Abu Jabir Abdullah bin Amr, pimpinan kaum Salamah, yang kemudian menyatakan diri masuk Islam di hadapan Rasulullah SAW.
Pertemuan umat Islam Yatsrib dengan Rasulullah SAW pada gelombang ketiga ini, terjadi pada tahun ke-13 dari kenabian dan menghasilkan Bai’atul Aqabah. Isi Bai’atul Aqabah tersebut merupakan pernyataan umat Islam Yatsrib bahwa mereka akan melindungi dan membela Rasulullah SAW.Walaupun untuk itu mereka harus mengorbankan tenaga, harta, bahkan jiwa. Selain itu, mereka memohon kepada Rasulullah SAW dan para pengikutnya agar berhijrah ke Yatsrib.
Setelah terjadinya peristiwa Bai’atul Aqabah itu, kemudian Rasulullah SAW menyuruh para sahabatnya yakni orang-orang Islam yang bertempat tinggal di Mekah, untuk segera berhijrah ke Yatsrib. Para sahabat Nabi SAW melaksanakan suruhan Rasulullah SAW tersebut. Mereka berhijrah ke Yatsrib secara diam-diam dan sedikit demi sedikit, sehingga dalam waktu dua bulan sebanyak 150 orang umat Islam penduduk Mekah telah berhijrah ke Yatsrib.
Sedangkan Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a., dan Ali bin. Abu Thalib masih tetap tinggal di Mekah, menunggu perintah dari Allah SWT untuk berhijrah. Setelah datang perintah dari Allah SWT, kemudian Rasulullah SAW berhijrah bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a., meninggalkan kota Mekah tempat kelahirannya menuju Yatsrib. Peristiwa hijrah Rasulullah SAW ini terjadi pada awal bulan Rabiul Awal tahun pertama hijrh (622 M). Sedangkan Ali bin Abu Thalib, tidak ikut berhijrah bersama Rasulullah SAW, karena beliau disuruh Rasulullah SAW untuk mengembalikan barang-barang orang lain yang dititipkan kepadanya. Setelah perintah Rasulullah SAW itu dilaksanakan, kemudian Ali bin Abu Thalib menvusul Rasulullah SAW berhijrah ke Yatsrib.
3. Reaksi Kaum Kafir Quraisy terhadap Dakwah Rasulullah
Kaum kafir Quraisy menolak dakwah Rasulullah SAW, setelah berdakwah itu dilakukan secara terang-terangan, yakni semenjak tahun ke-4 kenabian. Prof. Dr. A. Shalaby dalam bukunya Sejarah Kebudayaan Islam, telah menjelaskan sebab-sebab kaum kafir Quraisy menentang dakwah Rasulullah SAW, yakni :
a. Rasulullah SAW mengajarkan tentang adanya persamaan hak dan kedudukan antara semua orang. Mulia tidaknya seseorang tergantung ketakwaannya kepada Allah SWT. Orang miskin yang bertakwa, di hadapan Allah SWT Iebih mulia daripada orang kaya yang durhaka (lihat Q.S. Al Hujurãt, 49: 13).
Kaum kafir Quraisy, terutama para bangsawannya sangat keberatan dengan ajaran persamaan hak ini. Mereka mempertahankan tradisi hidup berkasta-kasta dalam masyarakat. Mereka ingin mempertahankan perbudakan, sedangkan ajaran Rasulullah SAW (Islam) melarangnya.
b. Islam mengajarkan adanya kehidupan sesudah mati yakni hidup di alam kubur dan alam akhirat. Manusia yang ketika di dunianya bertakwa maka di alam kuburnya akan memperoleh kenikmatan dan di alam akhiratnya akan masuk surga. Sedangkan manusia yang ketika di dunianya durhaka dan banyak berbuat jahat, maka di alam kuburnya akan disiksa. Dan di alam akhiratnya akan masuk neraka.
Kaum kafir Quraisy menolak dengan keras ajaran Islam tersebut, karena mereka merasa ngeri dengan siksa kubur dan azab neraka.
c. Kaum kafir Quraisy menolak ajaran Islam karena mereka merasa berat meninggalkan agama dan tradisi hidup bermasyarakat warisan leluhur mereka. Mereka berkata, “Cukuplah bagi kami apa yang telah kami terima dari nenek moyang kami.” (Q.S. AI-Mã’idah, 5: 104)
d. Islam melarang menyembah berhala, memperjualbelikan berhala-berhala, dan melarang penduduk Mekah dan luar Mekah berziarah memuja berhala, padahal itu semua mendatangkan keuntungan di bidang ekonomi terhadap kaum kafir Quraisy. Oleh karena itulah, kaum kafir Quraisy menentang keras dan berusaha menghentikan dakwah Rasulullah SAW.
Usaha-usaha kaum kafir Quraisy untuk menolak dan menghentikan dakwah Rasulullah SAW bermacam-macam antara lain :
- Para budak yang telah masuk Islam, seperti: Bilal, Amr bin Fuhairah, Ummu Ubais an-Nahdiyah, dan anaknya al-Muammil dan Az-Zanirah, disiksa oleb para pemiliknya atau tuannya di luar batas perikemanusiaan. Bahkan, Az-Zanirah disiksa hingga mengalami kebutaan dan Ummu Amr binti Yasir, budak milik Bani Makhzum disiksa oleh tuannya sampai mati.
Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a., tidak tega melihat saudara-saudaranya seiman disiksa seperti itu, lalu beliau memerdekakan beberapa orang dari mereka termasuk Bilal, dengan cara memberikan sejumlah uang tebusan kepada tuannya.
- Setiap keluarga dari kalangan kaum kafir Quraisy diharuskan menyiksa anggota keluarganya yang telah masuk Islam, sehingga ia kembali menganut agama keluarganya (agama Watsani).
- Nabi Muhammad SAW sendiri dilempari kotoran oleh Ummu Jamil (istri Abu Lahab) dan dilempari isi perut kambing oleh Abu Jahal. Nama asli Abu Jahal adalah Amr Abu al-Hakam yang artinya Amr, bapak juru damai. Umat Islam mengganti nama itu menjadi Abu Jahal yang artinya bapak kebodohan.
- Kaum kafir Quraisy meminta Abu Thalib, paman dan pelindung Rasulullah SAW, agar Rasulullah SAW menghentikan dakwahnya. Namun tatkala Abu Thalib menyampaikan keinginan kaum kafir Quraisy tersebut Rasulullah SAW bersabda : “Wahai pamanku demi Allah, biarpun mereka meletakkan matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan menghentikan dakwah agama Allah ini hingga aku menang, atau aku binasa karenanya.”
- Kaum kafir Quraisy mengusulkan pada Nabi Muhammad SAW agar permusuhan di antara mereka dihentikan. Caranya suatu saat kaum kafir Quraisy menganut Islam dan melaksanakan ajarannya. Di saat lain umat Islam menganut agama kaum kafir Quraisy dan melakukan penyembahan terhadap berhala.
Usul tersebut ditolak oleh Nabi SAW, karena menurut ajaran Islam mencampuradukkan akidah dan ibadah Islam dengan akidah dan ibadah bukan Islam, termasuk perbuatan haram dan merupakan dosa besar (silakan baca dan pahami Q.S. Al-Kafirun 109 : 1-6).
Menghadapi tantangan dan kekerasan kaum kafir Quraisy terhadap orang-orang Islam, selain Nabi SAW bersabar, bertawakal dan berdoa, beliau menyuruh 16 orang sahabatnya, termasuk ke dalamnya Utsman bin Affan dan 4 orang wanita untuk berhijrah ke Habasyah (Ethiopia), karena Raja Negus di negeri itu suka memberikan jaminan keamanan kepada orang-orang yang meminta perlindungan kepadanya. Peristiwa hijrah yang pertama ke Habasyah terjadi pada tahun 615 M.
Suatu saat keenam belas orang yang hijrah ke Habasyah ini kembali ke Mekah, karena mereka menduga Mekah keadaannya sudah normal, dengan masuk Islamnya seorang bangsawan Quraisy yang gagah berani yakni Umar bin Khattab.
Namun dugaan mereka meleset, karena ternyata Abu Jahal, pimpinan kaum kafir Quraisy memerintahkan agar setiap keluarga dan kabilah Quraisy meningkatkan tekanan dan siksaannya terhadap anggota keluarganya yang masuk Islam.
Menghadapi situasi yang demikian, akhirnya Rasulullah SAW menyuruh para sahabatnya, untuk yang kedua kalinya agar kembali hijrah ke Habasyah. Jumlah para sahabat yang berhijrah pada saat itu sebanyak 83 orang laki-laki dan 18 orang wanita, di bawah pimpinan Ja’far bin Abu Thalib. Di negeri Habasyah ini selain memperoleh jaminan keamanan dan Raja Negus, para sahabat Nabi SAW juga memiliki kebebasan untuk melaksanakan peribadahan sesuai dengan ajaran Islam.
Pada tahun ke-10 dari kenabian (619 M) Abu Thalib, paman Rasulullah SAW dan pelindungnya wafat dalam usia 87 tahun. Empat hari setelah itu istri tercintanya Khadijah juga wafat dalam usia 65 tahun. Dalam sejarah Islam tahun wafatnya Abu Thalib dan Khadijah disebut ‘amul huzni (tahun duka cita).
Wafatnya Abu Thalib sebagai pemimpin Bani Hasyim, menyebabkan Abu Lahab seorang kafir yang sangat keras dalam memusuhi Nabi SAW, menggantikan kedudukan Abu Thalib sebagai pemimpin. Semenjak itu Rasulullah SAW tidak lagi memperoleh perlindungan dari kaum kerabatnya yakni Bani Hasyim.
Allah SWT senantiasa melindungi Nabi Muhammad SAW dari berbagai malapetaka. Tidak lama setelah Bani Hasyim dipimpin Abu Lahab, Mut’im bin Adi pemimpin kaum Naufal menyatakan perlindungannya terhadap Nabi SAW. Bahkan menjelang peristiwa hijrah tahun 622 M, umat Islam Yatsrib telah bersumpah setia akan melindungi Rasulullah SAW beserta para pengikutnya.